Dosen Universitas Pahlawan Bertanggung Jawab dalam Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) di Riau
universitaspahlawan.ac.id , UP – Empat dosen Program Studi S1 Gizi Universitas Pahlawan, yaitu Wanda Lasepa, S.Gz., M.Gizi., Besti Verawati, S.Gz., M.Si., Agus Riawan, S.Gz., M.Gz., dan Eka Roshifita, S.Gz., MPH., terlibat sebagai Penanggung Jawab (PJT) Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) di Provinsi Riau. Para dosen ini bertanggung jawab di beberapa daerah, termasuk Kabupaten Kampar, Kabupaten Siak, Kota Pekanbaru, dan Kabupaten Bengkalis.
“Kontribusi SSGI bagi pengambilan keputusan strategis di tingkat lokal sangatlah penting. Dengan adanya data yang akurat, sejalan dengan Universitas Pahlawan, Program-program ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup balita dan pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia di masa depan. Seiring dengan itu, masyarakat juga diharapkan untuk terus mendukung pelaksanaan program-program gizi yang digulirkan oleh pemerintah, guna menciptakan generasi yang lebih sehat dan kuat.” Tutur Prof. Dr. Amir Luthfi selaku Rektor Universitas Pahlawan.
Wanda Lasepa, S.Gz., M.Gizi., salah satu penanggung jawab survei di Kabupaten Kampar, menyampaikan bahwa pelaksanaan survei ini akan dilakukan secara serentak mulai tanggal 1 Oktober hingga 16 November 2024. “Data dari survei ini akan menjadi database nasional dan acuan untuk merancang program-program pemerintah di masa depan,” ujarnya.
Sekretaris Prodi S1 Gizi ini juga menyampaikan bahwa pelaksanaan pengukuran status gizi dalam SSGI melibatkan berbagai metode yang telah terstandarisasi, seperti pengukuran tinggi badan, berat badan, serta perhitungan indeks massa tubuh (IMT) pada balita. Pengukuran ini dilakukan dengan cermat oleh tim survei yang telah dilatih secara khusus untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan akurat dan valid. Selain itu, tim survei juga melakukan wawancara kepada para orang tua dan wali balita untuk mendapatkan informasi tambahan mengenai pola makan dan status kesehatan anak. Hal ini penting untuk melengkapi gambaran komprehensif mengenai faktor-faktor yang memengaruhi status gizi balita.
Data yang dikumpulkan dari survei ini akan memberikan gambaran yang lebih mendetail tentang prevalensi masalah gizi seperti stunting, wasting, gizi buruk, serta obesitas di tingkat daerah. Stunting, yang merupakan kondisi anak yang terlalu pendek untuk usianya akibat kekurangan gizi kronis, menjadi salah satu fokus utama dalam survei ini, mengingat dampaknya yang sangat signifikan terhadap perkembangan fisik dan kognitif anak. Di samping itu, survei ini juga mencatat angka prevalensi wasting (kurus akibat kekurangan gizi akut) dan obesitas yang dapat menunjukkan masalah gizi yang berbeda di tiap wilayah.
Hasil survei ini nantinya tidak hanya akan dipakai untuk melihat kondisi gizi anak-anak di tingkat nasional, tetapi juga akan diolah menjadi data yang sangat bermanfaat bagi pemerintah daerah. Dengan data yang terperinci, pemerintah daerah akan mampu mengidentifikasi wilayah-wilayah yang memerlukan intervensi khusus dan merancang program-program gizi yang lebih efektif dan tepat sasaran. Kebijakan-kebijakan ini dapat berupa program pemberian makanan tambahan, kampanye edukasi gizi, hingga peningkatan layanan kesehatan dasar di posyandu dan puskesmas.
Dalam pelaksanaan SSGI, tim survei akan melakukan pengukuran status gizi anak-anak di beberapa wilayah, yang meliputi tinggi badan, berat badan, serta penghitungan indeks massa tubuh. Data yang dikumpulkan dari survei ini akan memberikan gambaran yang akurat mengenai prevalensi stunting, gizi buruk, serta obesitas pada anak-anak balita.
Selain itu, hasil survei SSGI juga diharapkan dapat memberikan kontribusi penting bagi pengambilan keputusan strategis di tingkat lokal. Pemerintah daerah akan dapat merancang intervensi gizi yang lebih tepat sasaran berdasarkan data yang dihasilkan dari survei ini.
Agus Riawan, S.Gz., M.Gz., yang bertanggung jawab di Kabupaten Siak, menyatakan bahwa keterlibatan akademisi dalam survei ini merupakan bentuk dukungan terhadap program-program kesehatan nasional. “Kami sebagai akademisi memiliki tanggung jawab untuk memberikan data yang valid dan ilmiah, yang nantinya bisa digunakan oleh pemerintah dalam mengambil kebijakan yang berbasis bukti,” jelasnya.
Survei ini juga melibatkan partisipasi masyarakat secara langsung. Tim survei akan bekerja sama dengan posyandu, puskesmas, dan dinas kesehatan setempat untuk memastikan kelancaran pengumpulan data. Peran serta masyarakat sangat penting dalam mendukung kesuksesan pelaksanaan survei di lapangan.
Besti Verawati, S.Gz., M.Si., yang bertanggung jawab di Kota Pekanbaru, menambahkan bahwa SSGI merupakan upaya nyata untuk mengidentifikasi masalah gizi sejak dini. “Dengan data yang akurat, kita dapat memberikan intervensi yang lebih dini dan lebih efektif untuk mencegah masalah gizi yang lebih serius di kemudian hari,” ungkap Besti.
Eka Roshifita, S.Gz., MPH., yang bertanggung jawab di Kabupaten Bengkalis, berharap agar survei ini dapat menjadi pijakan kuat dalam menyusun kebijakan kesehatan jangka panjang. “Kami berharap hasil survei ini dapat memberikan kontribusi besar bagi peningkatan kualitas kesehatan anak-anak Indonesia di masa depan,” tutup Eka.
Dengan pelaksanaan SSGI di Provinsi Riau, diharapkan dapat teridentifikasi permasalahan gizi balita secara tepat, sehingga pemerintah dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan masyarakat, khususnya balita.